Saya masih ingat masa-masa ketika saya mengirim puluhan lamaran setiap minggunya, berharap satu saja ada yang membalas. Sayangnya, balasan itu tidak pernah datang. Rasa frustrasi mulai muncul, dan saya pun mulai menyadari: mungkin masalahnya bukan pada jumlah lamaran, tapi pada caranya.
Kesalahan Dalam Mencari & Melamar Kerja
Dari pengalaman pribadi ini, saya ingin berbagi kesalahan-kesalahan umum yang sering dilakukan pelamar kerja, termasuk saya dulu, beserta saran yang sudah terbukti lebih efektif.
1. Menunggu Pekerjaan yang ‘Sempurna’
Saya dulu sering menolak tawaran kerja karena merasa belum “pas”. Tapi kenyataannya, tidak ada pekerjaan yang 100% sempurna di awal. Kesempatan sering datang dari hal-hal yang tampak kecil.
Saran Saya:
Ambil peluang yang relevan meski tidak sesuai 100%. Terkadang dari situ Anda bisa membangun karier yang lebih besar. Perjalanan karier itu seperti proses—yang penting adalah bergerak, bukan menunggu.
2. Kurangnya Pengalaman Praktis
Dulu saya merasa sudah cukup hanya dengan IPK tinggi dan beberapa sertifikat pelatihan. Tapi nyatanya, itu belum cukup. Banyak HRD lebih tertarik pada pelamar yang punya pengalaman nyata, meskipun hanya dari proyek kecil atau magang.
Saran Saya:
Mulailah dari hal kecil seperti freelance, project volunteer, atau magang. Tunjukkan bukti nyata bahwa kamu bisa menerapkan keahlianmu di dunia kerja. Jangan ragu mencantumkan portofolio, GitHub, atau hasil karya yang relevan.
3. Terlalu Mengandalkan Kata-Kata Klise di Resume
Resume pertama saya penuh dengan frasa seperti “team player”, “motivated”, “fast learner”. Tapi ternyata itu tidak cukup menarik perhatian. Yang mereka cari adalah hasil nyata dan kontribusi spesifik.
Saran Saya:
Ganti kalimat generik dengan pencapaian nyata. Misalnya:
“Meningkatkan engagement media sosial perusahaan sebesar 35% dalam 3 bulan.”
Angka dan hasil kerja lebih menunjukkan nilai Anda.
4. Mengabaikan Personal Branding di Dunia Digital
Saat saya mulai aktif di LinkedIn dan membagikan tulisan serta pencapaian saya, respons dari HR meningkat. Ternyata, kehadiran online itu penting—apalagi di era digital saat ini.
Saran Saya:
Lengkapi profil LinkedIn, sesuaikan dengan CV, dan unggah konten yang mencerminkan keahlian serta minat Anda. Kalau Anda ingin lebih serius, buat portofolio digital atau blog profesional.
5. Mendaftar Tanpa Strategi
Saya dulu melamar semua pekerjaan yang saya temukan, bahkan yang tidak sesuai minat atau keahlian. Akibatnya? Tidak ada satupun yang cocok. Waktu terbuang sia-sia.
Saran Saya:
Tentukan target bidang pekerjaan dan posisi yang sesuai keahlian dan passion. Sesuaikan isi CV dan surat lamaran untuk tiap posisi. Tunjukkan bahwa Anda memang cocok untuk pekerjaan itu, bukan hanya sekadar mencoba-coba.
6. Mengabaikan Kekuatan Jaringan (Networking)
Awalnya saya berpikir, mencari kerja itu murni soal kompetensi. Tapi semakin lama saya sadar, kenalan profesional bisa membuka banyak pintu. Banyak posisi bagus tidak pernah diiklankan secara publik.
Saran Saya:
Aktiflah di LinkedIn, ikut acara komunitas profesional, atau seminar daring. Jangan hanya membangun koneksi, tapi juga jalin interaksi. Kadang satu komentar atau percakapan ringan bisa berujung pada peluang kerja.
Penutup
Mencari pekerjaan adalah proses yang menantang, tapi juga penuh pelajaran. Semua kegagalan saya dulu justru menjadi bekal untuk lebih baik. Sekarang, dengan strategi yang lebih matang, peluang kerja semakin terbuka.
Bagi kamu yang masih dalam proses pencarian kerja, jangan menyerah. Evaluasi cara melamarmu, perbaiki strategi, dan buka dirimu untuk peluang-peluang baru.
Ingat, kerja keras itu penting, tapi strategi yang tepat adalah kuncinya.